Hari ini dia marah lagi, dia bilang aku
bangsat, dia bilang aku anjing, dia bilang mau putus saja. Aku sama sekali tak
tahu apa sebabnya, ku kira hari ini dan kemarin, serta kemarinnya lagi kami
sama sekali tak ada masalah. Kecil atau pun besar. Tak ada masalah. Tak ada
pertengkaran.
Ini sudah biasa dalam hubungan kami.
Sebuah hubungan yang tak biasa, sebuah hubungan yang menempatkan dia pada titik
tengah dimana dia harus memilih, antara aku atau dia, kekasihnya yang telah
lama mengisi hatinya, jauh sebelum aku datang dan menggodanya untuk memalingkan
wajah dan hatinya kepadaku. Dan dia berhasil ku goda, walau tak sepenuhnya. Ya,
aku adalah kekasihnya yang lain, kekasih gelapnya, selingkuhannya. Selama
beberapa tahun ini, aku selingkuhannya. Aku tak bangga. Sama sekali. Tapi aku
bahagia.
Kekasihnya adalah sosok sempurna untuk
dia yang juga sempurna menurut semua orang, juga menurutku. Tapi, entahlah, aku
terlanjur cinta kepadanya, hingga aku rela menjadi kekasih gelapnya. Aku akui,
aku memang jauh berbeda dengan kekasihnya itu. Aku tak sesempurna kekasihnya.
Jauh. Bagaikan surga dan neraka mungkin jika dibandingkan.
Oh, iya, aku ingat, kemarin malam dia
meneleponku, dia berkata akan pergi bersama kekasihnya, kencan katanya. Ya,
wajar saja, kemarin malam minggu. Dan jatahku bukan malam minggu. Maka, aku
iyakan saja ketika dia mengatakan itu. Tak ada hal yang aneh saat itu bagiku,
tapi tidak baginya. Hal tersebut membuatnya marah padaku hari ini. Dia bilang
aku tak cinta padanya, dia bilang aku tak cemburu pada kekasihnya, dia bilang
aku tak serius padanya, dia bilang aku bangsat, dia bilang aku anjing. Aku
diam. Tapi, bagaimana aku tak cinta padanya, jika hanya menjadi kekasih
gelapnya pun aku rela. Aku pun cemburu, sangat cemburu, tapi apa pantas aku
mengungkapkan kecemburuanku? Aku sadar posisiku, aku hanya selingkuhannya,
hanya kekasih gelapnya. Aku tak berhak cemburu, itu konsekuensi yang harus aku
terima.
Tak ada kabar darinya sejak pertengkaran
kami via telepon tadi pagi. Semua panggilanku ditolaknya, begitu juga
pesan-pesan singkat yang ku kirimkan padanya, tak terbalas satupun. Aku pasrah.
Handphoneku berdering, ku lihat
layarnya, tertera panggilan sayangku untuknya di layar. Ku tekan tombol hijau.
Dan kami pun mulai berbicara. Aku minta maaf, dia memaafkanku. Hanya itu.
Kemudian ia mengajakku bertemu sore ini, di tempat pertama kali aku
mengungkapkan cintaku padanya. Hatiku berbunga-bunga.
Aku harus bersiap. Aku akan bertemu
kekasihku. Segera aku ke kamar mandi, mencuci seluruh anggota badanku, mulai
dari ujung rambut di kepalaku, hingga sampai ke telapak kakiku, aku harus
bersih, aku harus wangi. Setelah selesai mandi, ku obrak-abrik isi lemariku
hanya untuk menemukan pakaian yang pas untuk kencanku hari ini. Aku harus
tampil sempurna untuk dia yang selalu sempurna di mataku. Harus...
Tempat ini sudah sangat berubah sejak
beberapa tahun lalu, sejak aku mengungkapkan cintaku pada kekasihku. Dulu
tempat ini tak sesepi sekarang, dulu ramai, banyak orang yang mengunjungi
tempat ini, sekarang sepi, orang lebih memilih tempat lain untuk dikunjungi.
Begitu juga aku dan kekasihku, setelah peristiwa pengungkapan cintaku padanya,
kami jarang mengunjungi tempat ini, hanya beberapa kali saja kami ke sini.
Sekedar untuk bernostalgia, itu pun tak lama. Tempat lain lebih menyenangkan
bagi kami.
Sudah lebih dari lima menit aku berada
di sini, ku lihat dia datang. Dia tampak begitu sempurna. Mempesona dalam
balutan kemeja lengan panjang warna ungu, warna favoritnya, dipadu dengan
celana panjang putih berpotongan skinny, benar-benar sempurna. Dia semakin
mendekatiku. 5 meter. 4 meter. 3 meter. 2 meter. Hingga akhirnya dia berdiri di
hadapanku. Sejajar. Karena aku memang tak terlalu tinggi jika dibandingkan
dengan dia. Ah, serasa aku jatuh cinta lagi padanya. Tapi, ada yang salah
dengannya. Raut mukanya tampak berbeda, jauh berbeda dari raut mukanya ketika
kencan kami sebelum-sebelumnnya. Ada kesedihan yang ku lihat dari mukanya. Ada
rasa bersalah terpancar dari tatap matanya. Ada apa ini? Ada apa dengannya? Ada
apa dengan kekasihku?
Sayang, maafkan
aku. Aku tidak bisa lagi menjadi kekasihmu. Mulai hari ini kita berpisah. Kita
akhiri hubungan kita. Maaf, ini bukan berarti aku tak mencintaimu, aku sangat
mencintaimu, sama seperti kamu mencintaiku, juga sama seperti dia mencintaiku.
Sekali lagi, sayangku, maafkan aku, aku sangat mencintaimu. Karena itu aku tak
ingin lebih lama menyakitimu. Kita akhiri hubungan ini.
Semalam, dia
melamarku.
Aku menjawab
iya.
Dia menangis, kemudian berlalu
meninggalkanku sendiri.
Aku terdiam, tak bisa berkata apa-apa.
Bahkan air mataku pun tak mau keluar. Tapi, hatiku menangis dalam diam. Hatiku
terluka. Aku hancur.
19
maret 2014
Diiringi
lagu Untuk Mencintaimu - Seventeen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Don't be a silent reader, leave your footprints here :-D siapa tau jodoh :-P